9.3.09

Konsumsi oh Konsumsi

Apa yang membuat seseorang membeli pakaian dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat. Apa yang membuat seseorang kerap bergonta-ganti HP. Apa yang membuat seseorang menikmati makanan di tampat mewah dengan harga dua kali lipat lebih mahal dari tempat lain dengan menu yang sama?
Mengutip sebuah buku filsafat di mana ditulis bahwa Karl Marx berpikir bahwa tingkat paling dasar dari semua masyarakat adalah tingkat ekonomi hasil produksi, dan manusia dikendalikan oleh kebutuhan materinya yakni makanan, pakaian, tempat tinggal dan kesenangan. Konsumsi, manusia mengkonsumsi untuk memenuhi kebutuhan bertahan hidup. Apa yang dikonsumsi dan berapa banyak? Sejak di bangku sekolah kita akrab dengan kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Kebutuhan akan sandang, pangan dan papan kemudian kebutuhan akan pendidikan dan kesehatan juga kebutuhan akan barang mewah seperti alat-alat elektronik dan kendaraan. Kebutuhan akan barang mewah tersebut tidak bisa dihilangkan dari kehidupan masyarakat. Bayangkan tinggal di rumah tanpa perabotan dan televisi, bayangkan hidup di kota besar tanpa kendaraan, atau yang lebih gila, bayangkan menunggu giliran periksa di rumah sakit tanpa iPod. Kebutuhan tersier di kehidupan modern sulit terelakkan. Tapi jika kebutuhan itu berubah menjadi lebih dari yang dibutuhkan, seperti mempunyai 3 mobil mewah, 2 sepeda motor, perangkat komputer di setiap kamar, beberapa gadget mutakhir keluaran terbaru ditambah belanja pakaian dan aksesoris di luar negeri setiap bulan sekali dan seterusnya dan seterusnya. Benang pemisah antara kebutuhan dan keinginan semakin tipis.
Konsumerisme sering diartikan sebagai konsumsi yang ”dibuat-buat”. Konsumsi akan sesuatu yang sebenarnya bukan prioritas kebutuhan atau bahkan tidak dibutuhkan dan tidak fungsional. Sebagai contoh, seorang wanita muda mempunyai pakaian yang melebihi kapasitas lemari. Beberapa pakaian menjadi sangat jarang dipakai bahkan tidak pernah karena terlalu banyak pilihan. Berarti orang tersebut sangat sering membeli pakaian. Atau seorang ibu rumah tangga yang kerap berganti HP saat produk HP baru muncul di televisi dan majalah dengan segala kemegahan desain dan fiturnya yang menggugah hasrat belanja. Iklan dengan pesona romantisme-sensualitas dan permainan nafsu kepemilikan berhasil menggoda si ibu rumah tangga untuk membeli HP baru yang sebenarnya dia tidak perlu. Sisi psikologis menjadi pemicunya, entah karena warna, desain yang feminin, atau fitur 3G yang membuat ia sangat tertarik. Atau mungkin si ibu adalah seorang gadget freak? Mungkin iya, tapi sangat jarang seorang ibu rumah tangga sangat peka dengan perkembangan teknologi. Begitu juga dengan wanita muda yang tampak hobi membeli pakaian. Entah karena tren atau karena untuk menghilangkan depresi, si wanita muda berbelanja untuk merasa senang sehingga stress bisa sementara hilang. Ya, belanja memang menyenangkan, memenuhi keinginan kita atas barang-barang yang menarik mata. Puas rasanya walaupun uang ikut hilang bersama depresi entah ke mana.
Prestige, status, atau sekedar gaya hidup membuat masyarakat tidak lagi melihat perbedaan antara kebutuhan dan keinginan semata. Bukan mobil yang dibeli tapi Jaguar, bukan sepeda motor, tapi Harley-Davidson, Bukan tas jinjing tapi Louis Vuitton. Dua, tiga, atau empat masing-masing item. Konsumerisme sebagai perpanjangan tangan kapitalisme masih memegang erat tengkuk masyarakat hedon nan konsumtif di tengah kemisikinan yang tak henti-hentinya dan mau tak mau harus menjadi pilihan hidup masyarakat di negara ini. Mereka berhasil memutarbalikkan kontrol manusia atas produk menjadi kontrol produk atas manusia.
Mengkonsumsi berlebihan bisa jadi diadopsi dari bangsa barat. Toh, trendsetter berasal dari sana. Bangsa barat mengkonsumsi barang secara berlebihan diiringi dengan produksi yang juga sangat produktif. Tapi bangsa kita? Hanya menghabiskan produk-produk barat yang merupakan kiblat akan gaya hidup tanpa produksi dalam negeri yang sukses.
Sisi positif dari keinginan berlebih adalah timbulnya motivasi dan ambisi untuk bekerja lebih keras untuk meraih keuntungan yang lebih besar. Bagaimana cara meraih keuntungan besar dengan tekanan akan keingian yang begitu besar? Prinsip ekonomi mengatakan modal sekecil-kecilnya untuk keuntungan sebesar-bsarnya. Sangat mungkin apabila profesi yang dijalankan adalah yang disebut dengan illegal jobs. Semacam mencuri, bisnis kotor, atau korupsi. Sebuah revisi akan prinsip ekonomi tampaknya terdengar lebih menyenangkan, modal tertentu untuk keuntungan sebesar-besarnya. Atau modal sekecil-kecilnya untuk keuntungan tertentu.
Kehidupan konsumerisme terlalu memeluk mesra para konsumen. Menghapuskan konsumerisme akan sama dengan mimpi di siang bolong. Pikirkan dulu apa benar-benar butuh sebelum membeli. Pikirkan berguna atau tidaknya sebuah barang sebelum membeli. Perhitungkan keuangan kantong kita sendiri. Bijak dalam belanja, akan menghentikan kita untuk hidup boros, akan menghentikan kita untuk bekerja terlalu keras yang menimbulkan stress, mengurangi penggunaan sumber alam untuk produksi, menghentikan kita pasang badan untuk terus dijajah oleh gaya hidup yang membuat kita terlarut dalam lingkaran uang, uang, dan uang.

1 comment:

  1. saat gaya hidup sudah melupakan jiwanya..
    trend ngga lagi sekedar perubahan, melainkan KESERAGAMAN

    ReplyDelete