Ingat film si doel anak sekolahan? Babe Sabeni yang diperankan oleh almarhum Benyamin S sungguh bangga ketika anaknya lulus jadi insinyur. Di pekarangan rumahnya, tepatnya di depan oplet, babe berjingkrak kegirangan sambil menyerukan “anak gue lulus jadi tukang insinyuurrr..” yeap, tukang insinyur...
Babe sabeni itu orang dulu, orang betawi tulen yang nggak mengenyam bangku sekolahan (nggak mendiskreditkan orang betawi loh ya, ini according to the tv show), nggak pernah kerja kantoran, tinggalnya di kampung, nggak pernah ke mall… bahkan ada dalam satu episode babe piknik di tengah tengah lapangan bola… bener bener nggak ngerti apa-apa dia…
mungkin babe sendiri juga nggak ngerti apa sih sebenernya insinyur itu. Disiplin ilmu apa sih yang bisa membuat seseorang bertitel insinyur. Atau, insinyur itu sebenernya ngapain sih.. si babe pokoknya taunya anaknya sekolah tinggi-tinggi, mahasiswa, terus lulus jadi tukang insinyur, trus kerja kantoran.. mantep deh pokoknya, lain sama dia yang nggak sekolah.
Insinyur, dokter, tentara, polisi, pengacara, pejabat, pebisnis mungkin predikat-predikat yang juga sungguh keren di mata babe. Pokoknya kalau udah menyandang predikat tersebut, pasti mapan setengah mati. Di pikiran babe, masih tersisa pandangan-pandangan orang jaman dulu.
Coba liat profesi-profesi yang saya sebutkan tadi, samain sama pendapat kakek nenek kalian, kurang lebihnya akan sama. Babe sama kakek nenek kita sama-sama hidup di jaman Belanda, dan profesi yang disandang bos-bos Belanda jaman dulu ya profesi-profesi di atas itu. Pernah nggak kalian denger cerita atau baca di buku sejarah, orang Belanda hebat pas jaman penjajahan dulu yang kerjanya desainer grafis? Atau jurnalis? Sutradara? Public relation officer? Programmer? Film publicist? Account executive? Nggak ada kan.. karena memang belum ada... mungkin ilmu dasarnya ada tapi masih sangat general belum se-spesifik sekarang.
Tetapi, kakek nenek bapak ibu om tante bahkan teman teman sebaya kita masih banyak yang pikirannya sama kaya babe. Padahal Belanda udah pergi ke mana tau. Coba lihat sekeliling, Tanya beberapa teman kenapa mereka memilih jurusan studinya. Pasti ada aja yang jawab “supaya jadi pengacara, pengacara kan fee nya gede, duitnya banyak, aman dong gue mapan” atau “Gue agak bingung sih waktu milih, tapi akhirnya itu aja abis kayanya yang paling normal dan manjanjikan ya itu.” Atau “yaa mau teknik tapi gua anak IPS, mau seni gua nggak nyeni, mau dokter... ya kali, yang ada mati pasien di tangan gue. Kayanya paling gampang ya itu. Lagian duitnya juga jelas kayanya” atau “gua sih sebenernya pengen banget seni lukis gitu, tapi nyokap nggak mau. Katanya seniman mah bukan pekerjaan, ntar gue cari duitnya susah katanya. Yah, agak bimbang sih. tapi takut juga digituin”
Setiap orang punya kegemaran, punya keinginan, punya ambisi, punya mimpi. Dan sistem kemapanan budaya orang kita telah memenggal mimpi anak-anak muda yang gossipnya penerus bangsa. Penerus bangsa yang dipaksa bangun dari mimpinya untuk menghidupi dirinya dalam konformitas dengan perspektif usang yang entah siapa yang bikin. Anak-anak muda juga banyak yang sepertinya acuh tak acuh terhadap itu… take it for granted.. nggak ada perlawanan apa-apa.. nggak skeptis.
Padahal sekarang banyak sekali jenis-jenis pekerjaan dan disiplin ilmu yang baru. Entah benar-benar baru atau perkembangan dari ilmu yang lama. Kemarin sempet baca majalah, ada salah satu perempuan usia 20-an yang profesinya “freelance stylish for political campaign” saya nggak tau job descriptionnya apa.. berasal dari ilmu apa pokoknya itu baru dan itu sebuah profesi. Dan itu menarik banget.
Tapi coba tengok profesi dan bidang baru mulai dari yang sudah agak umum seperti desainer, jurnalis, fotografer, programmer, brand management, copywriter, pelukis, e-commerce, pematung sampai si stylish for political campaign itu. Apa mereka seterkenal dan dipersepsikan menjamin akan sebuah kemapanan seperti profesi-profesi bawaan feodal itu?
Pemuda pemudi yang akhirnya menjadi pengacara, dokter, aparat karena memang dia tidak punya pilihan lain. Nggak punya keinginan dari dalam hati. Karena lingkungannya sudah membentuk mindset bahwa profesi semacam itulah yang bisa menjamin kemapanan mereka. Mereka udah benar-benar dibentuk menjadi robot-robot penggerak industri kapital yang siap mempertahankan standarisasi kemapanan orang dulu. Atau mungkin mereka mempunyai impian menjadi pelukis, penari, guru tapi tidak dijalani karena tidak masuk dalam standarisasi kemapanan. Kemapanan jadi begitu mengekang. Pantes banyak yang stress. Pantes caleg pada stress. Pantes orang pada korupsi… orang gak punya mimpi, nggak punya ambisi, pokoknya kaya, mapan, tajir aja pokoknya.
Seseorang bilang sama saya “you got to see the world the way it is… buat apa lo mikir aneh-aneh. Buat apa lo pengen aneh-aneh. Apa yang ada, ya itu berarti yang ada… ikutin aja... jalanin aja… kalo nggak ngikutin, emang lo bisa kaya? Bisa mapan? Pantes lo nggak punya duit!.”
Yeah, abis dunia yang saya liat kadang nggak bisa kasih apa yang saya mau sih… selama saya masih punya mimpi, punya ambisi, punya keinginan untuk tau macem-macem, bisa belajar boleh dong saya nggak mau liat, nggak mau ngikut apa yang udah disediain sama dunia. Toh hidup masyarakat kita kan ya masyarakatnya juga yang bikin… kalo yang bikin aja apatis, ya basi kalii… well, kamu sendiri punya mimpi nggak?
No comments:
Post a Comment